Taman baca Tepas Elmu didirikan untuk menyirami sebuah kegersangan “budaya baca” di kampung kami. Gersang, karena selama ini, lahan pengetahuan banyak didominasi oleh tayangan TV dengan berbagai jenis acaranya! Dari mulai infotainment yang tidak mencerdaskan! Sampai kepada sinetron yang mengantarkan hidup jadi pragmatis. Sekalipun ada proses membaca, masyarakat disuguhi oleh bacaan yang kurang memberikan “pencerahan”! Koran atau majalah berbau “porno” jaman kiwari sudah bukan barang yang susah dicari.

Jika suatu saat Anda sengaja melakukan perjalanan dari Jakarta menuju ke arah Jawa melalui jalan tol, Anda akan menemukan pintu tol Karawang Barat, dari situ tinggal 16 km lagi. Kalau bingung kemana akan menuju, mungkin ada baiknya bertanya tentang tempat kami: Ds. Pasir Mukti, Kec. Talagasari, Kab. Karawang yang sudah barang tentu masuk dalam provinsi Jawa Barat. Mungkin kita bisa bersilaturahmi dengan lebih dekat. Menghayati detak kehidupan perkampugan yang sengaja ingin “melek”.

Di desa kami, kehidupan masyarakatnya didominasi oleh pertanian! Karena itu, jangan heran jika Anda akan melihat persawahan yang membentang. Ya, memang Karawang masih menjadi lumbung padi nasional. Jika waktu presiden RI pertama, Ir. Soekarno napak tilas ke Rengas Dengklok, yang kebetulan waktu itu padi disawah sedang menguning! Beliau berkata… “Sungguh indah goyang Karawang”.

Kemudiannya, kini, goyang karawang dipersepsikan oleh tarian jaipong yang “erotis”! Yang lagi-lagi, tumbuh suburnya persepsi ini, berakibat kepada buramnya budaya baca masyarakat di daerah kami. Padahal, substansi goyang karawang adalah ditujukan kepada tugas mulia daerah karawang sebagai penghasil padi, dan bukan produsen “birahi”.

Dengan begitu, sebenarnya, Karawang perlu sebuah upaya pencerahan! Tidak terus melulu, menari-nari diatas erotisme kebodohan! Ya, erotisme tari jaipong yang terus disokong dengan alasan pelestarian budaya. Jika mau, kenapa harus jaipongan saja yang dilestarikan? Kami pikir, pembudayaan membaca juga sangat perlu dilakukan, sebagai salah satu upaya “pencerahan” wawasan pikir masyarakat Karawang!

Dari keprihatinan di atas, komunitas Majlis Taklim Nurul Hidayah, merasa harus memulai dengan upaya yang kami bisa dan mampu. Dari hasil perenungan dan diskusi mendalam, akhirnya muncul sebuah kesimpulan, membuat taman baca yang bisa dinikmati oleh anak-anak dan remaja kampung. Awalnya memang terasa berat, sebagai pendatang baru di dunia taman bacaan masyarakat (TBM), tetapi, dengan langkah yang pelan tapi pasti, akhirnya TAMan BAca TEpas ELmu (Tamba Teel) bisa berdiri.

Biar mudah diingat! Sebut saja taman baca kami dengan TAMBA TEEL! Dalam istilah sunda, TAMBA itu bermakna OBAT, sementara TEEL kami maksudkan sebagai singkatan TEu EuLing (Pelupa atau Lupa). Harapannya, dengan sebutan itu, taman baca kami bisa menjadi OBAT LUPA kegersangan budaya baca.

Jika Sayyidina Ali mengatakan bahwa kunci memasuki gudang ilmu adalah dengan membaca, maka Tepas Elmu menyediakan bahan kunci ilmu. Buku dan bahan bacaan lain adalah kunci memasuki dunia ilmu. Ia akan menjadi kunci apabila ada proses membaca. Dengan demikian, proses pembudayaan membaca menjadi perhatian khusus Tepas Elmu. Apalah artinya banyak buku dan bahan bacaan lainnya, jika ia menjadi bisu, bungkam dan diam dimakan debu!

Akhirnya, Tepas Elmu akan menjadi beranda depan tempat tafakur, jika buku dan bahan bacaan yang dimilikinya terus dibaca oleh warga yang haus pencerahan. Sehingga, sudah sepatutnya jika manajemen Tepas Elmu mengkreasi kegiatan-kegiatannya merangsang “birahi” membaca komunitasnya.

Akankah itu terjadi? Do’akan saja…